Rabu, 11 Mei 2011



UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI'IYAH



PENINGKATAN RELEVANSI DESAIN INSTRUKSIONAL MANUSIA
(The Relevance of Human Improvement to Instructional Design)



Disusun untuk memenuhi salah satu Tugas Mata Kuliah
Teknologi Kinerja dalam pendidiKan (MTP-525)



Oleh :

ADE RAHMAT         NIM   :   55 2010 0236
I I S                        NIM   :   55 2010 0241






PROGRAM MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AS-SYAFI’IYAH
2011



 


KATA PENGANTAR

Makalah berjudul “The Relevance of Human Improvement to Instructional Design” (Peningkatan relevansi desain instruksional manusia), disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teknologi Kinerja dalam Pendidikan dengan Kode mata kuliah MTP-525.
Dalam pembahasan makalah ini, membahas tentang Pengertian desain instruksional, Kriteria dalam memilih model desain instruksional, Model-model Desain instruksioanal, dan Karakteristik rencana pembelajaran.
Penulis menyadari, bahwa banyak kelemahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini, disebabkan keterbatasan wawasan dan pengetahuan yang dimiliki. Oleh karena itu, pada tempatnyalah memohon saran dan kritik yang konstruktif dari Yth. Ibu Dr. Astriana Baiti Sinaga, selaku dosen mata kuliah ini dan juga dari pembaca untuk kesempurnaan penyusunan makalah selanjutnya.
Akhirnya, kepada semua pihak yang membantu terselesaikannya makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya serta penghargaan yang setinggi-tingginya. Semoga Allah SWT., melipatgandakan kebaikan kita semua.
             

Cianjur,  Maret  2011
Penyusun




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................... ii

BAB I       PENDAHULUAN......................................................................................... 1
A.    Latar Belakang........................................................................................ 1
B.    Key Word................................................................................................ 2

BAB II      PEMBAHASAN............................................................................................ 3
A.    Pengertian Desain Instruksional.............................................................. 3
B.    Kriteria Dalam Memilih Desain Instruksional......................................... 4
C.    Model-Model Pengembangan Desain Instruksional Yang Dapat Dijadikan Pilihan Untuk Mengembangkan Rencana Pembelajaran................................................ 5
D.    Karakteristik Rencana Pembelajaran..................................................... 18

BAB III    KESIMPULAN............................................................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 26









BAB I
PENDAHULUAN

A.           LATAR BELAKANG
(Briggs, 1979 : 20) Desain Intruksional adalah keseluruhan proses analisis kebutuhan dan tujuan belajar serta pengembangan sarana teknik mengajar dan materi pengajarannya untuk memenuhi kebutuhan tersebut, termasuk di dalamnya adalah pengembangan paket pembelajaran, kegiatan mengajar, uji coba, revisi dan kegiatan mengevaluasi hasil belajar.
Dari definisi tadi kami berpendapat bahwa Desain Instruksional sama halnya dengan Rencana Pembelajaran yaitu merupakan kegiatan merumuskan Tujuan-tujuan  yang ingin dicapai oleh suatu kegiatan pembelajaran, cara apa yang digunakan untuk menilai pencapaian tujuan tersebut, materi atau bahan apa yang akan disampaikan, serta media atau alat apa yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran tersebut.
Bentuk rencana pembelajaran dijabarkan dari hal yang paling umum kepada yang paling khusus dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran. Bentuk rencana pembelajaran ini meliputi bentuk satuan pembelajaran untuk masing-masing Standar Kompetensi/Konsep dalam tiap-tiap catur wulan atau semester, yang dikembangkan dari silabus atau Kurikulum dari tiap bidang studi atau mata pelajaran.
   Fungsi perencanaan pembelajaran dimaksudkan agar guru lebih siap dalam melaksanakan proses pembelajaran. Seorang guru yang baik akan senantiasa mengadakan persiapan terlebih dahulu, baik itu persiapan perencanaan yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
   Adapun komponen-komponen yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan pembelajaran adalah tujuan, materi/bahan, strategi/metode dan media, serta evaluasi.
   Dalam membuat perencanaan pembelajaran, selain memperhatikan hal-hal tersebut guru juga harus memperhatikan kebutuhan siswa serta perkembangan intelektual dan emosional (psikologis) siswa. Rencana pembelajaran harus disusun secara sistematis dengan beberapa kemungkinan situasional sehingga rencana pembelajaran dapat berfungsi untuk mengefektifkan proses pembelajaran yang sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
   Maka untuk mewujudkan itu semua kami menyusun makalah ini dengan judul “Peningkatan Relevansi Desain Instruksional Manusia (The Relevance Of  Human Improvement to Instructional Design ).

B.            Key Word
Yang menjadi kata kunci dari makalah ini adalah :
·          Pengertian Desain Instruksional.
·          Kriteria dalam memilih Desain Instuksional.
·          Model-model Pengembangan Desain Instruksional yang dapat dijadikan.
·          Pilihan untuk mengembangkan Rencana Pembelajaran.
·          Karakteristik Rencana Pembelajaran.





BAB II
PEMBAHASAN

A.           PENGERTIAN DESAIN INSTRUKSIONAL
Istilah pengembangan sistem instruksional (instuksional sistem development) dan desain instruksional (intruksional design) sering di anggap sama, atau setidak-tidaknya tidak dibedakan secara tegas dalam penggunaannya, meskipun menurut arti katanya ada perbedaan antara “desain” dan “pengembangan” kata  “desain” berarti membuat sketsa atau pola atau outline atau rencana pendahuluan. Sedang “pengembangan” berarti membuat tumbuh secara teratur untuk menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih efektif dan sebagainya (Harjanto,2008:95).
Sementara, Pengembangan sistem intruksional adalah suatu proses menentukan dan menciptakan situasi dan kondisi tertentu yang menyebabkan siswa dapat berinteraksi sedemikian rupa sehingga terjadi perubahan di dalam tingkah laku (Carrey 1977 : 6).
Penjelasan lain tentang Desain sistem instruksional ialah pendekatan secara sistematis dalam pemecahan dan pengembangan sarana serta alat untuk mencapai kebutuhan dan tujuan intruksional. Semua konsep sistem ini (tujuan, materi, metode, media, alat, evaluasi) dalam hubungannya satu sama lain dipandang sebagai kesatuan yang teratur sistematis. Komponen-komponen tersebut lebih dahulu diuji coba efektifitasnya sebelum disebarluaskan penggunaannya (Briggs, 1979 : XXI).
Jadi, Desain pembelajaran adalah disiplin yang berhubungan dengan pemahaman dan perbaikan satu aspek dalam pendidikan yaitu pembelajaran. Tujuan kegiatan membuat desain pembelajaran adalah menciptakan sarana yang optimal untuk mencapai tujuan pembelajaran yang dikehendaki. Sehingga disiplin desain pembelajaran terutama berkenaan dengan perumusan metode-metode pembelajaran yang menghasilkan perubahan yang diinginkan dalam pengetahuan dan keterampilan siswa.

B.            KRITERIA DALAM MEMILIH DESAIN INSTRUKSIONAL
Ada beberapa model yang dapat digunakan untuk mengembangkan rencana pembelajaran, Ketika kita  dihadapkan pada pertanyaan mau memakai model yang mana? Ada lima kriteria yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam memilih model pengembangan desain pembelajaran.  Model yang baik adalah model yang :
1.    Sederhana                    :   Bentuk yang sederhana akan mempermudah untuk mengerti, mengikuti dan menggunakannya.
2.    Lengkap                       :  Suatu model pengembangan desain pembelajaran yang lengkap haruslah mengandung 3 unsur pokok yaitu: identifikasi, pengembangan dan evaluasi.
3.    Mungkin diterapkan   :   Artinya model yang dipilih hendaklah dapat diterima dan dapat diterapkan (aplicable), sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.
4.    Luas                              :   Jangkauan model tersebut hendaklah cukup luas, tidak saja berlaku untuk pola belajar mengajar yang konvensional, tetapi juga proses belajar mengajar yang lebih luas, baik yang mengendaki kehadiran guru secara fisik maupun yang tidak.
5.    Teruji                           :   Model yang bersangkutan telah dipakai secara luas dan teruji dapat memberikan hasil yang baik.
Apabila model-model yang sudah ada ternyata tidak ada yang memenuhi kelima kriteria tersebut maka masih ada kemungkinan untuk mengembangkan model yang baru yang sesuai dengan situasi dan kondisi. Atau bisa saja dengan menciptakan yang baru atau cukup dengan memodifikasi atau mengkolaborasikan model-model yang sudah ada.

C.           MODEL-MODEL PENGEMBANGAN DESAIN INSTRUKSIONAL YANG DAPAT DIJADIKAN PILIHAN UNTUK MENGEMBANGKAN RENCANA PEMBELAJARAN
Desain Pembelajaran (instructional Design), merupakan perwujudan yang lebih konkrit dari Teknologi Pembelajaran. Terdapat banyak istilah lain yang setara diantaranya istilah Desain Sistem Pembelajaran (Intructional System Design), demikian juga dengan istilah Pengembangan Sistem Pembelajaran (intructional System Development).
Banyak model yang dapat digunakan untuk mengembangkan rencana pembelajaran, antara lain sebagai berikut.

1.    Model Banathy
Model Banathy dapat digambarkan dalam bagan berikut ini.



Gambar
Model Pengembangan Rencana Pembelajaran menurut Banathy

Pengembangan pembelajaran menurut Banathy dapat dilakukan dalam enam langkah sebagai berikut.
Langkah 1 :  Merumuskan Tujuan (Formulate Objectives)
Langkah ini menjelaskan apa yang kita harapkan dan dapat dikerjakan oleh siswa sebagai hasil dari belajarnya.
Langkah 2 : Mengembangkan tes (develop test)
Mengembangkan suatu tes yang didasarkan pada tujuan yang diinginkan dan digunakan untuk mengetahui kemampuan yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil dari pengalaman belajarnya.
Langkah 3 : Menganalisis Kegiatan Belajar (analyze learning task)
Dalam langkah ini dirumuskan apa yang harus dipelajari sehingga dapat menunjukan tingkah laku seperti yang digambarkan dalam tujuan yang telah dirumuskan. Dalam kegiatan ini, kemampuan awal siswa harus juga dianalisis atau dinilai karena mereka tidak perlu mempelajari apa yang telah diketahui atau dikuasai.
Langkah 4 : Mendesain sistem Instruksional (design system)
Setelah itu perlu dipertimbangan alternatif-alternatif dan identifikasi apa yang harus dikerjakan untuk menjamin bahwa siswa akan menguasai kegiatan-kegiatan yang telah dianalisis pada langkah ketiga (hal ini disebut oleh Banathy dengan istilah functions analysis). Juga perlu ditentukan siapa atau apa yang mempunyai potensi paling baik untuk mencapai fungsi-fungsi tersebut (disebut component analysis) dan ditentukan pula kapan dan di mana fungsi-fungsi tersebut harus dilaksanakan (disebut design of the system)
Langkah 5 : Melaksanakan Kegiatan dan Mengetes hasil (implement and test output)
Dalam langkah ini, sistem yang sudah didesain, sekarang dapat diujicobakan atau dites dan dilaksanakan. Apa yang dapat dilaksanakan atau dikerjakan siswa sebagai hasil implementasi sistem, harus dinilai agar dapat diketahui seberapa jauh mereka telah menunjukkan tingkah laku seperti yang dimaksudkan dalam rumusan tujuan.
Langkah 6 : Mengadakan Perbaikan (change to improve)
Hasil–hasil yang diperoleh dari evaluasi merupakan umpan balik (feedback) untuk keseluruhan sitem sehingga perubahan-perubahan, jika diperlukan, dapat dilakukan untuk memperbaiki sitem instuksional.

2.   Model Kemp
Model pengembangan instruksional menurut Kemp (1977), atau yang disebut desain instruksional, terdiri dari delapan langkah, yaitu sebagai berikut.
a.   Menentukan tujuan pembelajaran umum (TPU), yaitu tujuan yang ingin dicapai dalam mengajarkan masing-masing pokok bahasan
b.   Membuat analisis tentang karakteristik siswa. Analisis ini diperlukan anatara lain untuk mengetahui apakah latar belakang pendidikan dan sosial budaya siswa memungkinkan untuk mengikuti program, dan langkah-langkah apa yang perlu diambil.
c.   Menentukan tujuan pembelajaran secara spesifik, oprasional, dan terukur (TPK). Dengan demikian siswa akan tahu apa yang harus dikerjakan, bagaimana mengerjakannya, dan apa ukurannya bahwa siswa telah berhasil. Dari segi guru rumusan itu akan berguna dalam menyusun tes kemampuan/keberhasilan dan pemilihan materi yang sesuai.
d.   Menentukan materi/bahan pelajaran yang sesuai dengan TPK.
e.   Menetapkan penjajakan awal (pre asessment). Hal ini diperlukan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah memenuhi persyaratan belajar yang dituntut untuk mengikuti program yang bersangkutan. Dengan demikian pengajar dapat memilih materi yang diperlukan tanpa harus menyajikan yang tidak perlu, dan siswa tidak bosan.
f.   Menentukan strategi belajar-mengajar yang sesuai. Kriteria umum untuk pemilihan strategi belajar-mengajar yang sesuai dengan tujuan instruksional khusus tersebut adalah (1) efisiensi, (2) keefektifan, (3) ekonomis, dan (4) kepraktisan, melalui suatu analisis alternatif
g.   Mengkoordinasikan sarana penunjang yang diperlukan meliputi biaya, fasilitas, peralatan, waktu, dan tenaga.
h.   Mengadakan evaluasi. Evaluasi ini sangat perlu untuk mengontrol dan mengkaji keberhasilan program secara keseluruhan, yaitu (1) siswa , (2) program instriksional, (3) instrumen evaluasi/tes, dan (4) metode.

Secara visual model desain instruksional Kemp tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.


 











Model Desain Instruksional dari Kemp

3.   Model PPSI
PPSI singkatan dari Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional, digunakan sebagai metode penyampaian dalam Kurikulum 1975 untuk SD, SMP, SMA, dan Kurikulum 1976 untuk sekolah-sekolah kejuruan. PPSI menggunakan pendekatan sistem yang mengutamakan adanya tujuan yang jelas sehingga dapat dikatakan bahwa PPSI menggunakan pendekatan yang berorientasi pada tujuan. Istilah “sistem intruksional” dalam PPSI menunjuk kepada pengertian pembelajaran sebagai suatu sistem, yaitu sebagai kesatuan yang terorganisasi, yang terdiri atas sejumlah komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya dalam rangka mencapai tujuan yang diinginkan. Sebagai suatu sistem, pembelajaran mengandung sejumlah komponen, antara lain materi, metode, alat, evaluasi yang kesemuannya berinteraksi satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. PPSI merupakan langkah-langkah pengembangan dan pelaksanaan pembelajaran sebagai suatu sistem untuk mencapai tujuan secara efisien dan efektif.
Sesungguhnya apabila diamati dengan seksama, langkah-langkah pengembangan dan pelaksanaan pembelajaran dalam model PPSI ini mirip dengan langkah-langkah pengembangan yang terdapat dalam model Banathy.
Ada lima langkah pokok dalam PPSI, yaitu :
a.       merumuskan tujuan instruksional, dalam hal ini TIK.
b.      Menyusun alat evaluasi;
c.       Menentukan kegiatan belajar dan materi pelajaran;
d.      Merencanakan program kegiatan; dan
e.       Melaksanakan program.
Langkah pertama sampai keempat adalah langkah pengembangan, sedangkan langkah kelima merupakan langkah pelaksanaan program yang telah tersusun. Secara rinci langkah-langkah tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.


Langkah 1 : Merumuskan Tujuan Instruksional Khusus
Tujuan instruksional khusus adalah rumusan yang jelas tentang kemampuan atau tingkah laku yang diharapkan dimiliki siswa sesudah mengikuti suatu program pembelajaran tertentu. Kemampuan atau tingkah laku tersebut harus dirumuskan secara spesifik dan operasional sehingga dapat diamati atau diukur.

Langkah 2 : Menyusun alat Evaluasi
Setelah tujuan-tujuan instruksional dirumuskan, langkah berikutnya adalah mengembangkan tes yang fungsinya untuk menilai sampai di mana siswa telah menguasai kemampuan-kemampuan yang telah dirumuskan dalam tujuan instruksional khusus. Berbeda dari apa yang biasanya dilakukan, pengembangan alat evaluasi tidak dilakukan pada langkah kegiatan terakhir dari kegiatan instruksional, melainkan pada langkah kedua sesudah tujuan instruksional khusus dirumuskan. Hal ini didasarkan atas prinsip yang berorientasi pada tujuan/hasil, yaitu penilaian terhadap suatu sistem instruksional didasarkan atas hasil yang dicapai. Untuk mengecek apakah rumusan tujuan instruksional tersebut dapat diukur maka perlu dikembangkan alat evaluasinya sebelum melangkah lebih jauh.
Dalam mengembangkan alat evaluasi ini perlu ditentukan terlebih dahulu jenis jenis tes yang akan digunakan, tes tertulis, lisan, atau perbuatan. Untuk menilai sejumlah tujuan instruksional yang telah dirumuskan, mungkin hanya digunakan satu jenis tes, atau dua jenis tes, atau ke tiga tiganya. Hal ini bergantung pada hakikat tujuan yang hendak dicapai.



Langkah 3 : Menentukan Kegiatan Belajar dan Materi Pelajaran
Langkah selanjutnya, sesudah TIK dirumuskan dan alat evaluasi disusun, adalah menetapkan kegiatan belajar siswa yang perlu ditempuh agar nantinya mereka dapat melakukan apa yang telah dirumuskan dalam tujuan instruksional khusus. Untuk itu perlu diperhatikan hal-hal berikut.

a.       Merumuskan semua kemungkinan kegiatan belajar yang diperlukan untuk mencapai tujuan; 
b.       Menetapkan mana dari sekian kegiatan belajar tersebut yang tidak perlu ditempuh lagi oleh siswa; dan
c.      Menetapkan kegiatan belajar yang masih perlu dilaksanakan oleh siswa.
Pada langkah ketiga ini, sesudah kegiatan-kegiatan belajar siswa ditetapkan, perlu dirumuskan pokok-pokok materi pelajaran yang akan diberikan kepada siswa sesuai dengan jenis-jenis kegiatan belajar yang telah ditetapkan. Apabila dipandang perlu, setiap materi pelajaran tersebut dilengkapi dengan uraian singkat agar memudahkan guru menyampaikan materi tersebut kepada siswa.

Langkah 4 : Merencanakan Program Kegiatan
Setelah semua langkah tersebut di atas diselesaikan, selanjutnya perlu dimantapkan dalam satu program pembelajaran. Titik tolak dalam merencanakan program kegiatan adalah suatu pelajaran yang diambil dari kurikulum yang telah tertentu jumlah jam pelajarannya, dan diberikan pada kelas dalam semester tertentu.. Pada langkah ini perlu disusun strategi pembelajaran dengan jalan merumuskan peranan dan kegiatan mengajar dan kegiatan belajar yang disusun secara sistematis sesuai dengan situasi kelas. Metode mengajar yang akan digunakan dipilih sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Termasuk ke dalam langkah ini ialah menyusun proses pelaksanaan evaluasi.

Langkah 5 : Melaksanakan Program
Langkah-langkah yang dilakukan dalam fase ini adalah sebagai berikut.
a.   Mengadakan tes awal
Tes yang diberikan kepada siswa adalah tes yang telah disusun dalam langkah           ke-2. Fungsi tes awal ini adalah untuk memperoleh informasi tentang kemampuan-kemampuan yang tercantum dalam tujuan instruksional, sebelum mereka mengikuti pembelajaran yang telah disiapkan. Apabila siswa telah menguasai kemampuan yang tercantum dalam tujuan instruksional yang ingin dicapai maka hal itu tidak perlu diberikan lagi oleh pengajar dalam program pembelajaran yang akan diberikan.

b.   Menyampaikan materi pelajaran
Dalam menyampaikan materi pelajaran ini, pada prinsipnya, harus berpegang pada rencana yang telah disusun dalam langkah ke-4, yaitu “merencanakan program kegiatan”, baik materi, metode maupun alat yang akan digunakan. Selain itu, sebelum menyampaikan materi pelajaran, hendaknya pengajar menjelaskan dulu kepada siswa tujuan instruksional khusus yang akan dicapai sehingga mereka mengetahui kemampuan-kemampuan yang diharapkan setelah selesai pelajaran.

c.   Mengadakan tes akhir
Kalau tes awal diberikan sebelum siswa mengikuti pelajaran maka tes akhir diberikan setelah selesai mengikuti pembelajaran. Tes yang diberikan dalam tes akhir ini identik dengan yang diberikan pada tes awal. Bedanya terletak pada waktu dan fungsinya. Tes awal berfungsi untuk menilai kemampuan siswa mengenai materi pelajaran sebelum pembelajaran diberikan, sedangkan tes akhir berfungsi untuk menilai kemampuan siswa mengenai materi pelajaran sesudah pembelajaran diberikan. Dengan demikian dapat diketahui seberapa jauh keberhasilan pembelajaran yang diberikan dapat dicapai. Langkah-langkah yang dilakukan dalam model PPSI tersebut, digambarkan dalam bagan berikut.



 

Model PPSI
4.   Model Gerlach & Ely
Model pengembangan rencana pembelajaran menurut Gerlach & Ely disusun berdasarkan 10 unsur, yaitu :
a.      spesifikasi isi pokok bahasan (specification of content) ;
b.      spesifikasi tujuan pengajaran (specification of objectives)
c.      pengumpulan dan penyaringan data tentang siswa (assessment of entering behaviors)
d.      penentuan cara pendekatan, metode dan teknik mengajar (determination of strategy);
e.      pengelompokan siswa (organization of groups);
f.       penyediaan waktu (allocation of time);
g.      pengaturan ruangan (allocation of space);
h.      pemilihan media (allocation of ressources);
i.        evaluasi (evaluation of performance);
j.        analisis umpan balik (analysis of feedback).
Untuk memperjelas keterkaitan antara unsur-unsur tersebut, model ini digambarkan sebagai berikut.
  
5.   Model Gagne dan Briggs
Gangne dan Briggs (1974;212-213) mengemukakan 12 langkah dalam pengembangan desain instruksional sebagai berikut :
  1. Analisis dan identifikasi kebutuhan
  2. Penetapan tujuan umum dan khusus
  3. Identifikasi alternatif cara memenuhi kebutuhan
  4. Merancang komponen dari sistem
  5. Analisis (a) sumber-sumber yang diperlukan (b) sumber-sumber yang tersedia (c) kendala-kendala.
  6. Kegiatan untuk mengisi kendala
  7. Memilih atau mengembangkan materi pelajaran
  8. Merancang prosedur penelitian murid
  9. Uji coba lapangan : evaluasi formatif dan pendidikan guru.
  10. Penyesuaian, revisi dan evaluasi  lanjut
  11. Evaluasi sumatif
  12. Pelaksanaan  operasional

Model tersebut di atas merupakan model yang paling lengkap yang melukiskan bagaimana suatu proses pembelajaran dirancang secara sistematis dari awal sampai akhir. Kegiatan seperti ini cocok untuk diterapkan pada suatu program pendidikan yang relatif baru. Di Indonesia prosedur tersebut mencakup mulai dari simposium dan pengembangan kurikulum yang dilakukan mulai dari tingkat sekolah (KTSP). Kemudian guru diberikan kewenangan untuk mengembangkan standar kompetensi menjadi sejumlah kompetensi dasar yang dituangkan secara eksplisit dalam silabus dan RPP.
6.   Model Wong dan Roulerson
Wong dan Roulerson (1974) mengemukakan 6 langkah pengembangan desain instruksional yaitu:
1.      Merumuskan tujuan
2.      Menganalisis tujuan tugas belajar
3.      Mengelompokan tugas-tugas belajar dan memilih kondisi belajar yang tepat
4.      Memilih metode dan media
5.      Mensintesiskan komponen-komponen pembelajaran
6.      Melaksanakan rencana, mengevaluasi dan memberi umpan balik.

7.   Model Dick and Carey
Tahapan model pengembangan sistem pembelajaran menurut Dick and Carey (1973 : 1) dibagi menjadi 10 tahapan yaitu :
1.      Menganalisis Tujuan Pembelajaran
2.      Melakukan Analisis Pembelajaran
3.      Menganalisis siswa dan konteks
4.      Merumuskan Tujuan Khusus
5.      Mengembangkan instrument penilaian
6.      Mengembangkan strategi pembelajaran
7.      Mengembangkan materi pembelajaran
8.      Merancang & mengembangkan Evaluasi Formatif
9.      Merevisi Pembelajaran
10.  Merancang dan Mengembangkan Evaluasi Summatif

8.   Model Versi Pekerti (2001)
Dikti, melalui Program Pekerti (Pengembangan Keterampilan Dasar Teknik Instruksional), yang dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di lingkungan pendidikan tinggi mengembangkan model desain pembelajaran yang dikenal dengan MPI (Model Pengembangan Instruksional) dimana untuk mengembangkan sebuah desain pembelajaran diperlukan 8 langkah sebagai berikut :
1.      Identifikasi kebutuhan instruksional dan menulis tujuan instruksional umum (TIU)
2.      Melakukan analisis instruksional
3.      Mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa
4.      Menuliskan tujuan instruksional Khusus (TIK)
5.      Menulis tes acuan patokan
6.      Menyusun strategi instruksional
7.      Mengembangkan bahan ajar
8.      Menyusun desain dan melaksanakan evaluasi formatif
Model Pengembangan instruksional (MPI) versi Pekerti, 2001. Dalam rangka implementasi kurikulum yang sedang berlaku.

D.      KARAKTERISTIK RENCANA PEMBELAJARAN
Ada beberapa karakteristik yang dapat dijadikan pertimbangan tatkala kita menyusun suatu rencana pembelajaran yaitu sebagai berikut :
1.      Ditujukan untuk Siswa Belajar
2.      Memiliki Tahap-tahap (a) Tahap Persiapan, (b) Tahap Pelaksanaan, (c) Tahap evaluasi, (d) Tahap tindak lanjut.
3.      Sistematis.
Artinya perencanaan tersebut harus dimulai dari hal yang diperlukan terlebih dahulu, kemudian diikuti dengan sesuatu yang harus mengikutinya.


4.      Pendekatan Sistem
Artinya, pembelajaran itu terdiri atas komponen-komponen yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi yang merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan dan bersinergi untuk mencapai tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
5.      Didasarkan pada Proses belajar Manusia
Sejumlah model pengembangan rencana pembelajaran yang telah dibahas tadi  yang menyangkut langkah-langkah tersebut masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan. Dengan membandingkan semua model tersebut, sudah seharusnya disesuaikan dengan perekembangan yang terjadi. Namun, secara konseptual, sebagai referensi model-model tersebut kiranya sangat bermanfaat untuk dikaji dan diimplementasikan dimana konsep-konsep tertentu masih relevan selain itu dapat dijadikan wawasan yang luas tentang model rencana pembelajaran yang dapat dijadikan dasar berpikir pada saat kita mengembangkan rencana pembelajaran untuk diimplementasikan di sekolah.










BAB III
KESIMPULAN
   
Istilah pengembangan sistem instruksional (instuksional system development) dan desain instruksional (intruktional design) sering di anggap sama, atau setidak-tidaknya tidak dibedakan secara tegas dalam penggunaannya, meskipun menurut arti katanya ada perbedaan antara “desain” dan “pengembangan” kata  “desain” berarti membuat sketsa atau pola atau outline atau rencana pendahuluan. Sedang “pengembangan” berarti membuat tumbuh secara teratur untuk menjadikan sesuatu lebih besar, lebih baik, lebih efektif dan sebagainya (Harjanto, 2008:95).
Ada lima kriteria yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam memilih model pengembangan desain pembelajaran. Bahwa Model yang baik adalah model yang :
(1.) Sederhana ( 2). Lengkap (3). Mungkin diterapkan (4). Luas  (5). Teruji
Banyak model yang dapat digunakan untuk mengembangkan rencana pembelajaran, antara lain sebagai berikut.









1.   Model Banathy
      Model Banathy dapat digambarkan dalam bagan berikut ini.                 



 
 
 Gambar Model Pengembangan Rencana Pembelajaran menurut Banathy
 
2.   Model Kemp
Model pengembangan instruksional menurut Kemp (1977), Secara visual model desain instruksional Kemp tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.


 










Model Desain Instruksional dari Kemp

 3.   Model PPSI
PPSI singkatan dari Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional. Langkah-langkah yang dilakukan dalam model PPSI, digambarkan dalam bagan berikut.

 Model PPSI
 
4.   Model Gerlach & Ely
Model pengembangan rencana pembelajaran menurut Gerlach & Ely disusun berdasarkan 10 unsur. Untuk memperjelas keterkaitan antara unsur-unsur tersebut, model ini digambarkan sebagai berikut.
 
 
  
5.   Model Gagne dan Briggs
Gangne dan Briggs (1974;212-213) mengemukakan 12 langkah. Model tersebut merupakan model yang paling lengkap
6. Model Wong dan Roulerson
Wong dan Roulerson (1974) mengemukakan 6 langkah pengembangan desain instruksional
7.   Model Dick and Carey
Tahapan model pengembangan sistem pembelajaran menurut Dick and Carey (1973 : 1) dibagi menjadi 10 tahapan
8.   Model  Versi Pekerti (2001)
Dikti, melalui Program Pekerti (Pengembangan Keterampilan Dasar Teknik Instruksional), yang dimaksudkan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di lingkungan pendidikan tinggi mengembangkan model desain pembelajaran yang dikenal dengan MPI (Model Pengembangan Instruksional) dimana untuk mengembangkan sebuah desain pembelajaran diperlukan 8 langkah.
Ada beberapa karakteristik yang dapat dijadikan pertimbangan tatkala kita menyusun suatu rencana pembelajaran yaitu sebagai berikut :
1.   Ditujukan untuk Siswa Belajar
2.      Memiliki Tahap-tahap (a) Tahap Persiapan, (b) Tahap Pelaksanaan, (c) Tahap evaluasi, (d) Tahap tindak lanjut.
3.            Sistematis.
Artinya perencanaan tersebut harus dimulai dari hal yang diperlukan terlebih dahulu, kemudian diikuti dengan sesuatu yang harus mengikutinya.
4.      Pendekatan Sistem
Artinya, pembelajaran itu terdiri atas komponen-komponen yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi yang merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan dan bersinergi untuk mencapai tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
5.      Didasarkan pada Proses belajar Manusia.
Sejumlah model pengembangan rencana pembelajaran yang telah dibahas tadi  yang menyangkut langkah-langkah tersebut masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan. Model-model tersebut kiranya sangat bermanfaat untuk dikaji dan diimplementasikan dimana konsep-konsep tertentu masih relevan selain itu dapat dijadikan dasar berpikir pada saat kita mengembangkan rencana pembelajaran untuk diimplementasikan di sekolah



DAFTAR PUSTAKA


Dimyati, M. (1993). Strategi Belajar-Mengajar. Jakarta: Depdikbud.

Djadjuri, Djadja, dkk. (1988). Strategi Belajar-Mengajar dan Desain Instruksional. Bandung: IKIP Bandung.

Mudhofir. (1986). Teknologi Instruksional. Bandung: Rosdakarya Moedjiono.

Susilana, R. (2000). Kurikulum, Belajar, dan Pembelajaran. Bandung: Kurtekpend FIP UPI.

Wiryawan, A. Dan Noorhadi, Tahun. (1994). Strategi Belajar-Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar